Ahli Perasa yang Sesungguhnya

Banyak orang berlidah peka terhadap masakan sehingga apa yang mereka masak terasa enak dihidangkan, namun sedikit yang ketika berbicara mengenakkan hati pendengarnya, itu semua karena mereka tidak belajar dari sisi lain keahlian yang mereka miliki, andai saja mereka mencicipi dahulu kata-kata yang akan mereka lontarkan ke lawan bicara mereka seperti halnya seorang koki menambahkan gula agar tidak pedas pada masakan, maka mungkin akan banyak pelanggan berdatangan untuk sekedar duduk berdiam diri berjejeran tanpa sepatah kata bahkan turut menyenderkan kepala karena mereka merasa aman di sisinya.

Selamat pagi, selamat beraktifitas, terus tebarkan kebaikan, buat minimal tiga orang tersenyum setiap harinya dan selalu semangat menggapai impian!

#Fadhlunisme #FadhluQuotes

Desaku yang Ku Cinta

Pagi ini, ku buka pintu rumahku, terlihat jelas di depan mataku, berbaris pepohonan, pisang yang mendominasi. Pikiranku melayang, mengingat masa kecilku yang selalu mengisi waktu luangku untuk berkebun dekat rumahku, walaupun itu bukan kebunku, masa itu sahabatku satu-satunya hanyalah alam, alam yang mengerti bagaimana menghibur hati yang gundah gulana ini, ketika aku merengek menangis karena tidak dituruti apa mauku, maka alam lah yang menenangkanku, bermain di atas pasir, mencari undur-undur, mengenali setiap tumbuhan yang aku lewati, bermain di sekitar sumur kebun, menerobos pagar-pagar pembatas kebun, terbeler, tersayat, tertusuk duri, itu hal biasa. Bersama kawan-kawan masa kecilku, kami memanfaatkan segala apa yang ada untuk dijadikan bahan mainan kami, kami tak butuh membeli plastik yang berbentuk orang-orangan, kami hanya mengumpulkan serpihan-serpihan genting yang sudah tidak terpakai, mencari plastik dan mengisinya dengan pasir, begitu saja kami sudah bahagia. Kini, pagar-pagar pembatas itu sudah semakin menjulang, menghalangi anak-anak untuk memasukinya, dua pohon yang sampai sekarang aku tak tahu apa jenisnya kini telah ditebang, pohon kelapa satu-satunya yang dekat rumahku pun sudah lama ditebang bersama dua pohon itu. Lapangan luas depan rumahku kini telah menjadi pabrik, sehingga namanya kini hanya tinggal sejarah. Pepohonan hijau sepanjang jalan kini telah menjadi bangunan-bangunan megah. Kini aku tak takut lagi di waktu malam menyusuri jalanan menuju ke surau. Bahagia memang, namun jika aku mengingat masa kecilku, hanya ada rasa sesak di dada. Ku lanjutkan perjalanan, ku starter sepeda motorku, ku lihat di sekeliling, masih tumbuh pepohonan kecil yang sama persis dengan dulu. Aku kira pohon-pohon ini yang masih bisa bertahan. Embun di atas dedaunannya, kabut yang menyentuh lembut wajahku, udara sejuk yang sangat menyengat di hidungku, pemandangan ibu-ibu hilir mudik membeli ponggol. Oh sungguh, aku tak ingin meninggalkan desaku ini. Tapi tak mungkin, aku hanya bisa berharap anak-cucuku nanti akan tahu bahwa negeri yang mereka singgahi ini sungguh indah, Indonesia – Jamrud Khatulistiwa.

Sebuah Cerita Cinta Pendek

A short love story.

Aku duduk di atas kursi ruang tamu dalam rumahku. Karena rumahku kecil jadi suara dari jalan depan rumahku terdengar jelas dari dalam. Seketika sebuah sepeda melaju dengan kecepatan sedang, namun agak terdengar kencang. Terdengar dengan jelas obrolan seorang ibu pada anaknya yang masih kecil yang duduk di boncengan belakang. Entah mengapa suara itu terdengar lebih jelas dari kebisingan yang lain, atau memang sengaja Tuhan keraskan atau mungkin Tuhan pekakan pendengaranku pada hal semacam ini. Langsung saja ke obrolan mereka, pendek namun penuh arti, silahkan nanti diterjemahkan sendiri-sendiri :

“Engko angger ditakoni njawab ya mad.”
“Iya.” Jawabnya polos.
“Aja meneng bae.” Lanjut ibunya dengan lembut.

Ya Allah, baper. :”)

Terima Kasih Sudah Mengantarkanku ke Sekolah

Hari ini adalah hari pertama kali anak-anak masuk sekolah. Pemandangan kemarin masih terbayang di benakku. Orang-orang tua mengantarkan anak-anaknya ke toko, membelikan alat-alat sekolah seperti tas, buku, sepatu, dan sebagainya, termasuk seragam yang besok akan mereka kenakan. Waktu itu aku bergumam, “Mengapa sekarang? Padahal besok akan dipakai, bagaimana jika hari ini tak menemukan seragam yang pas, tentunya hari ini mereka akan kewalahan mencarinya, atau bahkan hari ini mereka tak menemukan dan besok tidak mungkin untuk mencari lagi.” Sesaat kemudian aku melanjutkan gumamku, “Mungkin mereka berbeda, mereka yang tidak bisa membeli langsung apa yang mereka inginkan, mereka yang masih memikirkan sesuatu padahal hal itu telah tuntas mereka kerjakan, mereka yang butuh berhari-hari membendung tangisan hati acap kali anak-anak mereka menagih mana seragam baru mereka yang akan mereka kenakan di hari pertama mereka masuk sekolah, mereka yang senang bercampur sedih melihat anak-anak mereka bisa merasakan apa yang anak-anak lain rasakan, cukup.”

Pagi ini aku mengantarkan adikku ke sekolah, seperti biasa mataku tak bisa hanya berfokus pada jalanan saja, bukan melirik namun terlihat, pemandangan yang sangat eksotis, bukan hijau seperti perkebunan teh atau sawah, ini lebih keputih-putihan, berpadu dengan warna lain yaitu merah, biru dan kelabu. Berbagai macam gerak aku perhatikan, ada yang turun dari mobil dan menyalami ayahnya, ada yang turun dari motor dan melakukan hal yang sama, ada juga yang masih di jalan membonceng ibunya yang sudah lanjut usia, ada yang berjalan bersama kawan-kawannya, ada juga yang menikmati kesendiriannya. Orang-orang tua yang mengantar pun bermacam-macam bentuknya, mulai dari kalangan bawah yang seragam anaknya lebih bagus dari pakaikan yang ia kenakan, sampai kalangan atas yang seragam anaknya tak kalah mahal dengan kemeja dan dasinya. Tak peduli mana yang kaya, mana yang tidak, mereka semua sama, membanting tulang untuk menghidupi keluarga mereka, jangan pernah berfikir yang kaya hanya enak saja bekerja dan mendapat duit, mereka pun sama berkeringat, bahkan mungkin apa yang mereka fikirkan lebih rumit dari sesiapa selain mereka, mereka menanggung beban mental lebih, memikirkan bagaimana harta kekayaannya bisa membentuk pribadi anak-anaknya menjadi baik, karena jarang bagi mereka yang berada untuk bisa bertahan di dunia luar. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada yang lain, saya pun tahu rasanya menjadi orang tua, semua jenis orang tua berjuang demi anak-anaknya. Yang ingin lebih sayang tekankan adalah pada anak-anak yang merasa pernah di sekolahkan oleh orang-orang tua mereka, sudahkah anda sekalian rasakan hasilnya? Pintar, jelas. Namun yang menghiasi keberhasilan seorang anak sesungguhnya adalah akhlak. Orang tua mana yang mau anaknya sukses namun lupa pada mereka? Merasa bahwa kesuksesan yang ia dapat adalah jerih payah usaha ia sendiri.

Tak ada kata terlambat untuk belajar, tak ada kata terlambat untuk bertaubat, meminta maaf bukan hanya di lebaran saja, meminta maaf dengan lisan tidak ada artinya jika kelakuan masih saja bejat. Buktikan pada orang tua kita bahwa mereka adalah orang tua paling beruntung di dunia karena telah melahirkan, membesarkan dan mendidik anak yang sholeh/ah, penurut dan santun seperti kalian. Tidak masalah tidak lebih baik dari anak lain, menjadi yang terbaik untuk orang tua sendiri itulah dambaan setiap keluarga. Semoga kita diberikan oleh Allah yang terbaik di dunia dan di akhirat, tentunya hanya untuk Allah semata. Ya Allah ridhoi kami dalam menuntut ilmu ukhrowi dan duniawi, kami lakukan semua ini semata-mata hanya untuk mengharap ridho-Mu. Karena dengan ini yang hanya bisa kami lakukan, yang mungkin tak bisa membayar lunas hutang-piutang yang pernah Engkau berikan pada kami berupa kenikmatan yang tiada tara. Cukup sekian yang bisa saya tuliskan, kurang lebihnya saya mohon maaf, akhir kalam assalamu’alaikum wr. wb.

🙂

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Assalamualaikum wr. wb.

Semenjak lebaran saya belum minta maaf ke teman-teman fb sekalian. Di wall saya belum ada status mohon maaf lahir dan batin. Memang sengaja saya akhirkan supaya tidak menjadi angin lewat saja karena banyak status permohonan maaf yang berseliweran di timeline kawan-kawan sekalian. Karena saya rasa permohonan maaf saya ini harus dibaca atas banyaknya kesalahan-kesalahan yang telah saya perbuat. Mungkin cara ini juga salah, tapi entah mengapa saya ingin melakukannya seperti ini. Hati ini memberontak jika tak dituruti. Sekarang pun hati saya sedang memberontak karena belum sempat meminta maaf pada kawan-kawan sekalian. Maka saya beranikan diri untuk memulainya. Mungkin beberapa sudah bertemu saya. Tapi saya anggap saya belum meminta maaf ke semua. Sekarang mungkin saatnya saya meminta maaf atas segala kesalahan saya yang telah saya perbuat. Saya benar-benar meminta maaf apabila ada status saya di dunia maya ataupun perkataan saya di dunia nyata yang menyakiti hati kawan-kawan sekalian. Saya harap rasa prasangka buruk yang ada dalam hati kita, kita hilangkan. Ya, walaupun surat ini tersebar untuk umum, tapi saya khususkan untuk masing-masing dari kawan-kawan sekalian. Saya pun hanya manusia biasa yang tidak bisa menjamin tidak akan melakukan kesalahan lagi setelah ini. Maka sudah semestinya kita sebagai muslim untuk saling mengingatkan, menasehati ketika diminta. Terima kasih yah bagi yang sudah memaafkan. Mohon maaf. Jazakumullahu khoirol jaza.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Hutang Kita pada Orang Tua

images

Setiap penyakit pasti ada obatnya. Tapi sepertinya hanya di Indonesia petuah itu tidak berlaku. Mengapa? Ambil saja contoh ketika seorang anak membentak orang tuanya, itu merupakan penyakit, penyakit durhaka pada orang tua, namun kenyataannya di Indonesia apakah kita boleh mengobatinya? Ternyata jawabannya tidak. Obat satu-satunya yang manjur yang dari dulu nenek moyang kita turunkan pada kita untuk mengatasi hal seperti ini yaitu dengan menyabet, menempeleng bahkan mengguyangnya dengan air. Tapi? HAM melarangnya, seakan-akan HAM punya obat lain untuk mengatasi penyakit macam ini. Kalau mungkin ini di zaman Nabi Musa dan Nabi Khidir, anak durhaka macam itu sudah dibunuh saja daripada besar nanti menjadi anak yang durhaka. Tentu saja dengan munculnya Islam mendatangkan rahmat untuk alam sekitar. Rasulullah pun memerintahkan orang tua ketika anak yang sudah berusia sepuluh tahun lalu enggan untuk sholat maka semestinya anak itu dipukul. Lalu? HAM ingin mengkafirkan Indonesia? Orang tua di Indonesia itu termasuk orang tua paling penyabar dan penyayang, jarang ada yang kasar, berbeda dengan negara lain yang pernah saya singgahi, justru kebalikan yang bisa kita temui disana, jarang ada orang tua yang tidak kasar pada anaknya. Tapi itu semerta-merta untuk kebaikan anaknya kelak. Jaman sekarang kebaikan orang tua malah disalahgunakan, orang tua baik pada kita bukan untuk didurhakai tapi untuk dihormati, sudah menjadi hukum alam bagi orang yang lebih tua menyayangi anak kecil dan anak kecil menghormati orang tua. Coba dipikir, kalau saja kita bukan darah daging orang tua kita, sudah dari dulu orang tua kita mengusir kita, kalau saja orang tua kita tahu kita besar nanti akan menjadi makhluk yang durhaka pada ayah-ibundanya, maka mungkin masa kecil kita terabaikan begitu saja. Sadarlah, kita berbuat baik atau berdiam saja terhadap orang tua saja tidak bisa membalas kebaikan orang tua, apalagi ketika kita berbuat jahat pada mereka, hutang kita menumpuk pada mereka. Ketika kita segan berbuat tidak baik pada orang lain, seharusnya kita teringatkan dengan perlakuan tidak baik kita pada orang tua kita dan mulai memperbaiki kekurangan itu. Tidak ada kata terlambat untuk bertaubat, perbanyaklah istighfar pada Sang Khaliq yang telah menciptakan orang tua kita dan melembutkan hati mereka sehingga kita tidak haus akan kasih sayang. Bertaubatlah juga pada orang tua kita, karena ridho Allah terletak pada ridho mereka.