Arti Sebuah Prestasi

Kita terlalu bangga dengan masa lalu sehingga lupa untuk memperbaiki masa depan.

Percuma saja saya menjadi siswa teladan di TK, menjadi juara kelas di MI, menjadi bagian kelas unggulan di MTs, masuk ke sekolah favorit di MAK. Jika sekarang saya berleha-leha. Saya terlalu puas dengan masa lalu. Saya sudah merasa kenyang. Padahal di depan sana perjalanan masih panjang. Di depan sana masih ada musim paceklik yang mana tidak mungkin saya bisa hidup jika tanpa bekal.

Sekarang saya berada di perkuliahan yang lebih menguras waktu untuk serius belajar daripada bermain-main. Saya berada di tempat yang menuntut saya untuk fokus. Mungkin jika di banding diriku yang lalu, akan terlihat sedikit berubah dari aku yang selalu ceria dan sekarang menjadi diriku yang penuh filosofi. Karena itu tadi.

Aku masuk di fakultas yang menurut ke banyakan orang paling sulit. Aku tergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. C’mon guys! Di lain sisi banyak sekali tuntutan-tuntutan di luar kendaliku agar aku menjadi seperti ini dan seperti itu. Dan itu semua tidak mudah. Jadi jangan dikira aku disini hanya bersenang-senang, tidak! Kesenanganku disini adalah selingan di tengah kepenatanku.

Sebentar lagi saya akan menghadapi ujian semester satu di tingkat keduaku ini. Bisa dibayangkan betapa gelisahnya saya? Saya mohon doa dan dukungan agar saya diberi kemudahan dalam mengemban ini semua.

Mohon maaf jika ada salah atau suatu saat saya tidak bisa beramah tamah dengan kawan semua. Itu bukan kehendak saya. Saya kira orang di dunia ini tidak berbuat baik tidak tanpa alasan. Jadi marilah menjadi dewasa, marilah berpikir secara matang, marilah menerawang apa yang tidak terlihat, tidak hanya yang terlihat oleh mata kepala saja, marilah berfikir secara filsuf namun jangan lupa diimbangi dengan tasawuf.

Begitu saja pesanku, semangat untuk kalian dalam menjalankan tugas! Aku pun disini akan terus semangat. Terima kasih.

Tidak usah meninggalkan komentar selain sebuah dukungan untuk terus maju! Bongkar!

Sindiran Seorang Syekh

Mengapa setiap kali seorang Syekh mengatakan sesuatu saya selalu langsung merasa tersindir?

1. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Kalian paham atau tidak?”

Seakan-akan kalimat itu dilontarkan padaku. Aku merasa mungkin karena ekspresiku yang datar alias tidak menunjukkan wajah paham atau tidak itu yang menjadi persoalan.

Padahal sebenarnya paham cuma mungkin saya kurang dalam berekspresi seperti mengangguk atau lain sebagainya.

2. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Suasana hati orang bisa diketahui dari raut mukanya.”

Seketika aku langsung merasa, karena tadi mukaku yang jarang menunjukkan ekspresi bahagia atau sedih. Akhir-akhir ini pikiran lebih dominan daripada perasaan, maka menurutku tidak ada kesempatan untuk berekspresi, mungkin karena faktor usia seusiaku yang sedang dalam tahap pencarian jati diri.

3. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Ini pertama kalinya kamu ikut pengajian?” pada seseorang.

Tapi entah mengapa perkataan itu ditujukan untuk diriku. Aku memang sudah lama tidak menghadiri salah satu pengajiannya. Tapi aku selalu hadir di pengajiannya yang lain. Karena faktor variasinya pengajian di bumi kinanah ini dan merebaknya berbagai aktifitas kemahasiswaan.

Itulah beberapa pengalamanku ketika tersindir oleh beberapa syekh. Tapi kali ini aku cantumkan Syekh Fathi Hijazi saja. Syekh favoritku, syekh yang ingin aku menjadi sepertinya, syekh yang mutqin pada bidang lughoh dan syekh yang paling banyak aku ikuti pengajiannya (mulazamah). Semoga Allah selalu merahmatinya. Amin.

Beridentitas Namun Tak Beridentitas, Manusia Tanpa Batas

Ada yang mengatakan menyendiri lebih baik daripada berteman dengan orang yang buruk, namun berteman dengan orang yang baik lebih baik daripada menyendiri.

Orang jika ingin berbicara maka dianjurkan berbicara yang baik saja, jika tidak maka lebih baik diam. Tapi apakah jika ada yang berbicara lalu ia baik dan yang diam itu tidak?

Saya adalah orang yang selalu ingin tahu segala hal. Dan saya tidak ingin hanya mengetahuinya namun juga memahaminya. Bukankah terasa kurang jika hanya mendengar saja tanpa mengalaminya?

Saya mungkin bukan orang besar, tapi saya bersama orang-orang besar, dengan berbagai latar belakang. Saya mungkin berada dimana-mana, namun bukan berarti saya memihak satu kubu, sedangkan saya berada di kubu-kubu yang lain.

Ada orang mengaku berada pada kubu yang benar. Yakinkah kubu anda yang benar? Eit, anda tidak bisa melawan saya dengan membawa kubu saya. Kubu saya yang mana?

Ya benar, saya bersama mereka, bersama kalian termasuk bersama anda. Tapi apakah ada tanda-tanda bahwa saya membenarkan kubu-kubu yang saya berada dan menyalahkan kubu anda? Saya tidak bisa menyalahkan kubu anda, karena saya bagian daripadanya.

Saya sendiri tidak suka adanya penganggapan bahwa satu kubu adalah yang terbaik bahkan terbenar sekalipun saya daripadanya.

Kata khilaf terlahir di dunia bukan tanpa sebab, gelengan kepala tiba-tiba menjadi anggukan juga bukan tanpa sebab.

Bagaimana saya ingin ikut suatu kubu sedangkan saya tidak suka adanya perkubuan. Namun bukan berati saya tak beridentitas.

Seberapa jauh anda mengenal saya itu hanya sebatas pengetahuan anda. Sedangkan pengetahuan anda dan pengetahuan orang lain terhadap saya itu berbeda.

Tidak usah mendefinisikan siapa saya. Saya sendiri kesusahan mencari ta’rif jami’ wa mani’ untuk diri saya termasuk untuk makhluk lainnya. Karena kita ini ciptaan Tuhan bukan ciptaan makhluk.

Teruslah menghambakan diri, bukan menuhankan diri. Nabi saja tak sampai hati mengaku dirinya Tuhan.

Kairo, 23 November 2017

Muhammad Fadhlurrohman Suwondo Renggan Dirjo

Keharmonisan Keluarga itu Penting

Tiba-tiba rindu.

Biasanya kalo kita ngumpul ~baik itu teman yang nyebelin, atau yang lainnya~ kita hempaskan. Seakan-akan kita lupa bahwa kita punya masalah ~eh salah~ teman yang bermasalah.

Memang kalo kita curhat kita ngomongin ‘kok bisa yah ada orang-orang yang gak sebaik kita(?)’ Bukan berarti kami baik, tapi kami satu sama lain sangat baik.

Memang setiap kali kami berpisah, kami harus tarik nafas dalam bertemu dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan kami. Sangat sulit berkumpul dengan orang-orang yang dididik berbeda oleh keluarganya.

Kami punya prinsip, selama kami masih berkeluarga, kami memiliki segalanya. Kami punya sahabat, kami punya kakak, kami punya orang yang menyayangi dan disayangi, dll.

Hubungan biologis itu paling resmi-resminya hubungan ~selain pernikahan~, karena semua itu dijelaskan dalam Al Qur’an.

Banyak orang memiliki orang tua lengkap, tapi sejatinya rumah tangganya broken. Rumah kami kecil tidak sebegitu bagus, tapi tidak dengan rumah tangga kami.

Semoga Allah selalu menjaga keharmonisan rumah tangga kita semua dan semoga keluarga kita berdiri, ada ~numpang~ di atas bumi Allah ini atas dasar nama Allah. Dan semoga kita semua ~anda dan kami~ sekeluarga bisa berkumpul di surga nanti.

Keluarga Suwondo Renggan Dirjo