Wrong Way (TOEFL Experience)

fb_img_1479969621793

Ini foto para siswa program bahasa angkatanku, Ulul Arham (MAK) & Marvelous (EDS), sebenarnya bersama Volunteers, berhubung mereka lulus terlebih dahulu, maka mau bagaimana lagi, padahal ingin rasanya menciptakan kembali kenangan bersama mereka seperti yang telah dilalui di SOP.

Foto ini diambil beberapa menit sebelum Tes Toefl dimulai dan beberapa menit setelah lembar soal dan jawab dibagikan.

Jika ditanya aku yang mana? Maka jawabannya adalah simpel. Aku tak duduk di barisan bagian depan. Aku tak terlihat jelas oleh kamera. Aku adalah dia baris keempat, orang yang sedang menundukkan kepala. Bukan karena mengantuk atau apa, tapi karena aku sedang mulai mengerjakan soal di bagian structure sendiri, karena bagian ini adalah bagian favoritku, bagian paling aku kuasai, bagian tersimpel dan dan tak kenal ribet. Aku paling tidak suka merepotkan diri. Tahu sendiri kan bagaimana harus seserius apa mendengarkan dan membaca? Thus, I don’t passionate on listening and reading test.

Ini yang menyebabkan aku duduk di bagian tengah dibanding berebut kursi bagian depan agar bisa dekat dengan speaker. Bagiku skor hanya sekedar bentuk tertulis dari sebuah kegigihan, dan aku bukan termasuk orang yang gigih, maaf jangan ditiru jika tak tahu aturan pakainya.

Padahal sebelumnya sudah diperingatkan agar tidak mengerjakan sebelum ada perintah untuk dimulai. Tapi sekali lagi beginilah aku, yang tidak suka mengikuti aturan. Jika sudah lengkap semua, maka untuk apa lagi menunggu. Aku sudah penasaran dan tak sabar ingin melahap semua soal structure-nya. Terbukti walaupun skor yang aku dapatkan masih terbilang tinggi +500 tapi aku tidak bisa menyaingi para siswa lain yang telah gigih berlatih setiap harinya hanya untuk menghadapi Tes Toefl. Bagiku belajar bahasa inggris empat tahun di MAK itu sudah cukup untuk menghadapi Tes Toefl yang akan sedang aku hadapi. Terbukti juga aku mendapatkan skor tertinggi di putra untuk bagian structure, untuk reading aku sama rata dengan yang lain, dan satu skor listening yang tidak berhasil mengangkatku ke puncak tertinggi. Bisa disimpulkan semakin tinggi tingkat keribetannya maka semakin rendah obsesiku padanya. Sekali lagi jangan ditiru.

Sekian

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *