Mondok dengan Suatu Misi

Lalu mana hasilnya?

Di pondokkan lama-lama agar bisa hidup sebagai pribadi yang prihatin; mencuci pakaian sendiri, makanan tidak enak, memakai barang seadanya, lalu mana hasilnya?

Jika setelah keluar dari pondok kembali menjadi pribadi yang manja, cengeng dan ringkih; jangankan mencucikan pakaian orang tua, milik sendiri saja tidak pernah terjamah – hang out sana-sini ke restoran, mall dan bioskop hanya agar mendapat pengakuan dari penonton, padahal biaya satu orang jalan kesana bisa untuk membeli cemilan dan dinikmati bersama bersama keluarga di rumah – rela nyicil setoran motor biar bisa boncengin pacar, padahal di rumah ada orang tua yang ingin diantar ke pasar.

Kalau bukan sekarang, maka kapan lagi untuk membuktikan bahwa pengorbanan orang tua kita selama di pondok tidak sia-sia?

Apabila hati sudah terpaut dengan dunia, maka berdusta orang yang mengatakan bisa mengimbanginya dengan akhirat.

Apabila hati sudah terlena dengan dunia, maka tanpanya ia bukan apa-apa.

Semuanya fana, kecuali hati yang selalu dipautkan dengan-Nya.

Kita bukan nabi yang dibelah dadanya lalu dibersihkan isi hatinya dari kotoran, dan kita tidak pernah membersihkannya, bahkan membiarkan kotoran dan penyakit hati menumpuk di dalamnya. Lalu apa yang ingin kita andalkan?

Hilangkanlah sifat dengki bahwa kawan kita lebih pintar dalam urusan agama, hargai saja dan biarkan kita menirunya. Singkirkan rasa merasa tersaingi oleh lawan kita, karena sejatinya kita belajar agama semata-mata agar kita mengenal-Nya, Tuhan seluruh alam. Marilah kita bergotong-royong menjunjung tinggi syariat Allah di bumi ini.

#Fadhlunisme

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *