Lulusan Al Azhar Sepi Kontribusi di Indonesia

Stigma yang mengatakan bahwa semua lulusan Al Azhar itu harus jadi muballig itu menurut saya kurang tepat. Semua orang berekspektasi lulusan Al Azhar harus bisa mengajar seperti Ust Abdul Somad. Seakan-akan jalan kesuksesan seorang diaspora Al Azhar hanya satu corak itu saja. Padahal ustadz atau muballig sendiri banyak macamnya. Ada yang adem pembawaannya, gak ceplas ceplos dan gak enak didengar kaya Ustadz Abdul Somad. Mungkin itu salah satu faktor mengapa lulusan Al Azhar sepi kontribusi di Indonesia.

Alasan yang berkonotasi rendah seperti jika tak menjadi mubalig maka akan menanggung malu, dimana ilmu agama yang ia pelajari selama ini. Saya ingatkan, ilmu itu abstrak! Gak bisa kita habis mempelajari suatu ilmu lalu futuh seketika. Lalu dimana letak barokah? Percayalah, disaat kamu membutuhkan ilmumu untuk menolong agama Allah, disitu pula ilham-Nya sampai padamu. Sekalipun murid cerdas, jika diminta untuk menyebutkan dari A sampai Z tentang ilmu yang ia pelajari maka akan kewalahan. Ilmu itu abstrak dan akal kita juga abstrak. Bisa saja kita terlupa atau mengalami benturan di kepala kemudian menjadi lupa. Lalu bisa apa kita? Ingat ada berkah ketika kita menuntut ilmu. Tidak cukup dengan mengandalkan otak saja!

Apa kamu lupa Habiburrahman El Shirazy, Gus Mus, dsb mereka berkontribusi dengan hal lain? Mereka berprofesi sebagai penulis, sutradara dan penyair, sama dengan yang lain. Yang membedakan adalah misi yang mereka bawa yaitu dakwah islam dengan latar belakang Al Azhar, Cara berdakwah itu banyak!

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *