Ngibadah Ngistan

Sumpah beda banget antara ‘sholat’ dan ‘mendirikan sholat’

‘صلي’ dan ‘أقام الصلاة’

Jadi jangan heran kadang lihat orang sholat selalu on time tapi kesan yang ditinggalkan kaya gak pernah sholat alias kesusu, cuma untuk menggugurkan kewajiban, sholat sebagai selingan, dengan alasan biar tenang kalo udah sholat. Bukannya justru gak tenang sholatnya diterima atau gak dengan cara seinstan itu, tanpa menghadirkan Allah di hatinya. Kondisi yang seperti ini yang disebut ibadah bungkus, kesannya sholat tepat waktu tapi esensinya nihil. Ibarat kaya orang mau bikin acara, tapi gak memperhatikan apakah pengunjung puas, yang penting acara terlaksana dan LPJ tuntas.

Berbeda dengan orang benar-benar mendirikan sholat, menghayati tiap rukun dan bacaannya, menghadirkan Allah di hatinya. Kalo yang gini ibarat kaya ngelihat Amad bakul jajanan deket kosan gue yang tiap kali gue lewat lagi makan mie instan rebus harga secengan yang berhasil bikin ngiler tiap kali gue liat dia begitu. Esensinya tuh dapet. Menikmati tiap sendokan yang ia masukkan. Tanpa harus memfotonya di instagram, orang lain tahu lalu sudah, makan biasa saja yang penting perut kenyang.

Mungkin kalo aktifitas biasa kaya makan gini mah gak papa kali yak nginstan, asal bukan ngibadah. Toh aktifitas-aktifitas kita cuma selingan sambil nunggu adzan sholat.

Gue bukan komika, gue cuma orang Tegal ngapak yang sok-sokan ngomong ‘gue’.

Sekian, instagram gue @mhmmdfdhlrrhmn, twitter gue @fadhlu48 dan blog gue fadhlu48.malhikdua.com

Biar Kita Gak Sombong!

Banyak ngomong dan menguasai obrolan bagi kalian hebat?

Sumvah bagi kami yang tahu kpn hrs ngomong dan diam, mana yg penting dan tidak, obrolan kalian itu gak lebih dr sekedar samvah!

Isinya hanya narasi kehebatan kalian yang orang lain juga bisa melakukannya dan pada saat ini gak butuh penjelasannya.

Mitsluka katsir! (Yang sepertimu banyak!)

Opini Pribadi untuk Ustadz Abdul Shomad yang Sedang Naik Daun

Ust. Abdul Shomad

Untuk islam sendiri sebenarnya saya bangga atas pengetahuan dan kegigihannya.

Tapi untuk masalah cara berdakwah, mungkin kurang sedap didengar jika membawa nama islam lalu baik itu sengaja ataupun tidak merendahkan pihak lain.

Toh, orang selain islam tak selamanya sesat dalam kekafirannya, bisa jadi suatu saat sedetik sebelum atau beberapa waktu sebelum wafat ia beriman.

Toh juga, tidak semua orang islam yang mengaku islam dan mengaku menjalankan perintah Allah dan Rasulnya, bakal masih berada pada keimanannya.

Berdakwah selain untuk memperteguh agama orang yang sudah memeluknya, juga untuk supaya orang yang beragama lain merasakan kebaikan yang benar dari agama kita.

Jangan-jangan menggembor-gemborkan agama sendiri membawa kedamaian tapi tidak sadar telah membuat rusuh bagi seluruh umat manusia.

Ingat, Rasulullah saw diutus untuk menjadi rahmat semesta alam, bukan hanya untuk suatu golongan saja.

Benar, islam harus bangkit. Tapi tidak dengan cara yang salah, yang hanya benar di sisi suatu kelompok saja.

NB : Biasanya di Indonesia kalo tenar, cuma berapa musim aja loh, mengingat Indonesia adalah negara musiman. (Bercanda)

Ritual-ritual Menjelang Ujian Azhar

Banyak sekali ritual yang harus dilewati sebelum menempuh ujian azhar :

1. Mengadakan doa bersama kawan-kawan seorganisasi, seperkumpulan. Makin banyak komunitas yang kamu gandrungi, makin banyak pula undangan.

2. Ziaroh kubur ke makam ulama.

3. Saling meminta maaf pada rekan-rekan yang pernah berinteraksi selama ini. Makin banyak orang yang kamu ajak ngobrol, makin besar pula usaha untuk sekedar meminta maaf.

4. Saling mendoakan. Tidak ada topik yang dibicarakan -pada waktu itu- yang lebih penting dari “Mohon doanya yah?” “Kapan mulai ujian?” dst.

Sumvah, sampai seakan-akan ujian belum komplit kalo itu semua belum dilaksanain.

Bukan berarti gak percaya atau menentangnya. Tapi menurutku, mengapa ritual-ritual itu harus ada menjelang ujian? Bukannya lebih logis jika kita berusaha sekuat tenaga dengan belajar sungguh-sungguh, perbanyak doa dan sholat malam lalu kemudian tawakal? Jadi tidak menguras waktu kita.

Kita seharusnya melakukan ritual-ritual tsb di keseharian kita. Jadi tidak perlu ada ritual-ritual mendadak sebelum ujian.

Maaf, bukan saya menyinggung seseorang atau pihak manapun. Saya hanya mengkritisi apa yang ada di sekitar saya. Jika suatu saat kalian melihatku melakukan ritual itu menjelang ujian, maka harap maklum karena saya juga bagian dari ekosistem tsb.

Maka Nikmat Tuhanmu Mana Yang Kamu Dustakan(?)

Mesir dan penduduknya mengajariku bahwa hidup di dunia harus selalu sibuk bersyukur dengan kondisi kita saat ini.

Masih banyak warga Mesir yang di musim dingin yang dinginnya sangat menusuk tulang ini, mereka masih bisa tidur dengan nyenyak dengan selembar selimut tipis nan kotornya di pinggiran jalan.

Sedangkan banyak dari kita dengan kasur yang tebal dan selimut yang bersih, masih saja susah dibuat nyenyak oleh hati kita yang terlanjur keruh lagi susah untuk bersyukur, bertawakal dan berbahagia dengan apa yang Allah swt titipkan pada kita berupa harta.

Karena sejatinya harta adalah titipan, ibarat tukang parkir, mobil dan motor yang mampir di medannya adalah bukan miliknya yang suatu saat akan kembali ke pemilik aslinya.

Bagaimana kita bersyukur ketika kita mendapat sebuah nikmat dan niqmat disitulah definisi siapa kita sebenarnya.

Jika iman kita lemah, kita akan berfikir bahwa mereka warga Mesir yang berjualan tissue, jajanan, sembako dan lain-lainnya itu yang membutuhkan kita. Jika kita sudah mencapai pemikiran semacam itu maka hati -hati kita sudah terjangkit virus takabbur.

Padahal sebenarnya mana tahu mereka hanya sebatas sudah berusaha, masalah laku atau tidak itu urusan Allah swt melalui tawakalnya.

Bagaimana kita takut fakir, sedangkan kita adalah hamba Yang Maha Kaya(?)

Jika iman kita lemah kita akan berbangga diri dengan apa yang kita miliki. Sedangkan wajah rupawan, harta milyaran dan kecerdasan menawan itu hanya bersifat sementara.

Tidak ada yang tidak mungkin terjadi untuk Allah di muka bumi ini. Banyak sekali orang merasa suatu hal berkemungkinan tipis untuk terjadi padanya bahkan tidak terfikirkan sama sekali, sehingga mereka akan kaget jika tiba-tiba hal yang di luar praduga mereka benar-benar terjadi padanya.

Barangsiapa mengetahui jauhnya perjalanan, maka ia akan bersiap-siap dengan banyak bekal.

Berhati bersih dan berfikiran positif itu memang sangat susah. Tapi mari kita bersama-sama saling memahami, saling mengasihi, hilangkan ego, tidak bersandar pada makhluk, hanya pada Allah swt, tidak merasa diri lebih baik dari orang lain, lalukan apa yang menurutmu baik lalu jangan menghakimi.

Roda dalam kehidupan itu terus berputar, kecuali jika bannya kempes atau bocor haha.

Tidak usah khawatir, selalu ada jalan. Dalam Al Qur’an disebutkan bersama satu kesulitan ada dua kemudahan.

Selalu menggunakan kaidah jawa “tepo sliro”, selagi tidak melanggar syariat. Bagaimana kita memposisikan diri sebagai diri sendiri dan sebagai lawan interaksi itu yang menjadikan kehidupan ini berjalan dengan harmonis.

Jangan selalu menggunakan dalil-dalil yang menguntungkan kita. Untung bukan tujuan tapi benar itu yang dicari. Kadang sesuatu yang baik akan menjadi buruk jika kita lakukan dengan salah.

Maka selalu lah ingat akan kehidupan setelah kehidupan ini, maka kita akan selalu berhati-hati dan memperhatikan apa yang akan keluar dari bibir kita dan apa yang berhak masuk ke telinga kita.

Juga bukan berarti kita hanya berserah diri saja tanpa melakukan suatu usaha apapun. Bukan karena mental kita siap untuk menderita maka kekuatan yang Allah berikan pada kita agar mendapat nikmat yang lebih itu kita sia-siakan. Itu namanya tidak bisa mensyukurinya.

Orang zuhud di dunia sendiri sekalipun ialah orang yang sangat berlimpah harta. Hati memang sensitif, sukar sekali ditebak. Pertama niatnya baik, ketika sudah terbiasa maka setan akan membelokkan niat baik itu. Waspadalah!

Saya menasehati diri saya sendiri. Cukup sekian.

Arti Sebuah Prestasi

Kita terlalu bangga dengan masa lalu sehingga lupa untuk memperbaiki masa depan.

Percuma saja saya menjadi siswa teladan di TK, menjadi juara kelas di MI, menjadi bagian kelas unggulan di MTs, masuk ke sekolah favorit di MAK. Jika sekarang saya berleha-leha. Saya terlalu puas dengan masa lalu. Saya sudah merasa kenyang. Padahal di depan sana perjalanan masih panjang. Di depan sana masih ada musim paceklik yang mana tidak mungkin saya bisa hidup jika tanpa bekal.

Sekarang saya berada di perkuliahan yang lebih menguras waktu untuk serius belajar daripada bermain-main. Saya berada di tempat yang menuntut saya untuk fokus. Mungkin jika di banding diriku yang lalu, akan terlihat sedikit berubah dari aku yang selalu ceria dan sekarang menjadi diriku yang penuh filosofi. Karena itu tadi.

Aku masuk di fakultas yang menurut ke banyakan orang paling sulit. Aku tergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. C’mon guys! Di lain sisi banyak sekali tuntutan-tuntutan di luar kendaliku agar aku menjadi seperti ini dan seperti itu. Dan itu semua tidak mudah. Jadi jangan dikira aku disini hanya bersenang-senang, tidak! Kesenanganku disini adalah selingan di tengah kepenatanku.

Sebentar lagi saya akan menghadapi ujian semester satu di tingkat keduaku ini. Bisa dibayangkan betapa gelisahnya saya? Saya mohon doa dan dukungan agar saya diberi kemudahan dalam mengemban ini semua.

Mohon maaf jika ada salah atau suatu saat saya tidak bisa beramah tamah dengan kawan semua. Itu bukan kehendak saya. Saya kira orang di dunia ini tidak berbuat baik tidak tanpa alasan. Jadi marilah menjadi dewasa, marilah berpikir secara matang, marilah menerawang apa yang tidak terlihat, tidak hanya yang terlihat oleh mata kepala saja, marilah berfikir secara filsuf namun jangan lupa diimbangi dengan tasawuf.

Begitu saja pesanku, semangat untuk kalian dalam menjalankan tugas! Aku pun disini akan terus semangat. Terima kasih.

Tidak usah meninggalkan komentar selain sebuah dukungan untuk terus maju! Bongkar!

Sindiran Seorang Syekh

Mengapa setiap kali seorang Syekh mengatakan sesuatu saya selalu langsung merasa tersindir?

1. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Kalian paham atau tidak?”

Seakan-akan kalimat itu dilontarkan padaku. Aku merasa mungkin karena ekspresiku yang datar alias tidak menunjukkan wajah paham atau tidak itu yang menjadi persoalan.

Padahal sebenarnya paham cuma mungkin saya kurang dalam berekspresi seperti mengangguk atau lain sebagainya.

2. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Suasana hati orang bisa diketahui dari raut mukanya.”

Seketika aku langsung merasa, karena tadi mukaku yang jarang menunjukkan ekspresi bahagia atau sedih. Akhir-akhir ini pikiran lebih dominan daripada perasaan, maka menurutku tidak ada kesempatan untuk berekspresi, mungkin karena faktor usia seusiaku yang sedang dalam tahap pencarian jati diri.

3. Ketika Syekh Fathi Hijazi mengatakan “Ini pertama kalinya kamu ikut pengajian?” pada seseorang.

Tapi entah mengapa perkataan itu ditujukan untuk diriku. Aku memang sudah lama tidak menghadiri salah satu pengajiannya. Tapi aku selalu hadir di pengajiannya yang lain. Karena faktor variasinya pengajian di bumi kinanah ini dan merebaknya berbagai aktifitas kemahasiswaan.

Itulah beberapa pengalamanku ketika tersindir oleh beberapa syekh. Tapi kali ini aku cantumkan Syekh Fathi Hijazi saja. Syekh favoritku, syekh yang ingin aku menjadi sepertinya, syekh yang mutqin pada bidang lughoh dan syekh yang paling banyak aku ikuti pengajiannya (mulazamah). Semoga Allah selalu merahmatinya. Amin.

Beridentitas Namun Tak Beridentitas, Manusia Tanpa Batas

Ada yang mengatakan menyendiri lebih baik daripada berteman dengan orang yang buruk, namun berteman dengan orang yang baik lebih baik daripada menyendiri.

Orang jika ingin berbicara maka dianjurkan berbicara yang baik saja, jika tidak maka lebih baik diam. Tapi apakah jika ada yang berbicara lalu ia baik dan yang diam itu tidak?

Saya adalah orang yang selalu ingin tahu segala hal. Dan saya tidak ingin hanya mengetahuinya namun juga memahaminya. Bukankah terasa kurang jika hanya mendengar saja tanpa mengalaminya?

Saya mungkin bukan orang besar, tapi saya bersama orang-orang besar, dengan berbagai latar belakang. Saya mungkin berada dimana-mana, namun bukan berarti saya memihak satu kubu, sedangkan saya berada di kubu-kubu yang lain.

Ada orang mengaku berada pada kubu yang benar. Yakinkah kubu anda yang benar? Eit, anda tidak bisa melawan saya dengan membawa kubu saya. Kubu saya yang mana?

Ya benar, saya bersama mereka, bersama kalian termasuk bersama anda. Tapi apakah ada tanda-tanda bahwa saya membenarkan kubu-kubu yang saya berada dan menyalahkan kubu anda? Saya tidak bisa menyalahkan kubu anda, karena saya bagian daripadanya.

Saya sendiri tidak suka adanya penganggapan bahwa satu kubu adalah yang terbaik bahkan terbenar sekalipun saya daripadanya.

Kata khilaf terlahir di dunia bukan tanpa sebab, gelengan kepala tiba-tiba menjadi anggukan juga bukan tanpa sebab.

Bagaimana saya ingin ikut suatu kubu sedangkan saya tidak suka adanya perkubuan. Namun bukan berati saya tak beridentitas.

Seberapa jauh anda mengenal saya itu hanya sebatas pengetahuan anda. Sedangkan pengetahuan anda dan pengetahuan orang lain terhadap saya itu berbeda.

Tidak usah mendefinisikan siapa saya. Saya sendiri kesusahan mencari ta’rif jami’ wa mani’ untuk diri saya termasuk untuk makhluk lainnya. Karena kita ini ciptaan Tuhan bukan ciptaan makhluk.

Teruslah menghambakan diri, bukan menuhankan diri. Nabi saja tak sampai hati mengaku dirinya Tuhan.

Kairo, 23 November 2017

Muhammad Fadhlurrohman Suwondo Renggan Dirjo

Keharmonisan Keluarga itu Penting

Tiba-tiba rindu.

Biasanya kalo kita ngumpul ~baik itu teman yang nyebelin, atau yang lainnya~ kita hempaskan. Seakan-akan kita lupa bahwa kita punya masalah ~eh salah~ teman yang bermasalah.

Memang kalo kita curhat kita ngomongin ‘kok bisa yah ada orang-orang yang gak sebaik kita(?)’ Bukan berarti kami baik, tapi kami satu sama lain sangat baik.

Memang setiap kali kami berpisah, kami harus tarik nafas dalam bertemu dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan kami. Sangat sulit berkumpul dengan orang-orang yang dididik berbeda oleh keluarganya.

Kami punya prinsip, selama kami masih berkeluarga, kami memiliki segalanya. Kami punya sahabat, kami punya kakak, kami punya orang yang menyayangi dan disayangi, dll.

Hubungan biologis itu paling resmi-resminya hubungan ~selain pernikahan~, karena semua itu dijelaskan dalam Al Qur’an.

Banyak orang memiliki orang tua lengkap, tapi sejatinya rumah tangganya broken. Rumah kami kecil tidak sebegitu bagus, tapi tidak dengan rumah tangga kami.

Semoga Allah selalu menjaga keharmonisan rumah tangga kita semua dan semoga keluarga kita berdiri, ada ~numpang~ di atas bumi Allah ini atas dasar nama Allah. Dan semoga kita semua ~anda dan kami~ sekeluarga bisa berkumpul di surga nanti.

Keluarga Suwondo Renggan Dirjo

Hubungan Berkualitas

Banyak yang menanyakan padaku, “Siapa gerangan kekasihmu?” Aku jawab “Tak ada.” “Mengapa?” “Tak tahu.” “Memang yang seperti apa yang kau inginkan?” “Hmm.”

Memiliki seorang kekasih, menyayangi dan disayangi adalah lumrah bagi setiap manusia.

Menunaikan ibadah haji pun.

Ini tentang sebuah intuisi.

Sebuah panggilan.

Panggilan hati.

Tergerak atau tidak?

Sewaktu aku masih kecil, aku sering dijejali oleh orang-orang dengan pernyataan bahwa tak usah pedulikan jodoh, jika kita menjadi orang besar kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan.

Separo saya setuju, separo lagi tidak.

Setuju tidak disibukkan dengan membuang-buang waktu untuk hal yang tak berkualitas,

Tidak setuju dengan memanfaatkan status kita untuk menarik perhatian.

Aku adalah anak sulung dari kedua abah dan umiku yang hebat.

Aku belajar dari hubungan berkualitas mereka.

Aku saksikan sendiri bagaimana kondisi abah kala waktu itu dan bagaimana umi selalu menyokongnya.

Mulai dari zaman motor abah astrea sampai abah mempunyai honda.

Aku mempunyai seorang abah yang ambisius dan mempunyai seorang umi yang sangat taat dan selalu percaya serta mendukung mimpi-mimpinya.

Menikah dan membangun rumah tangga bukanlah tujuan akhir dari hidup.

Manusia berproses.

Dan semua akan kembali pada-Nya.