Peran Pewaris Nabi(?)

Seperti biasa di hari jumat siang pasti cuaca akan sangat panas. Orang-orang berbondong-bondong pergi ke masjid. Di luar gerbang samping masjid biasa orang berlalu-lalang, pengemis-pengemis pun tak kalah duduk berjejeran menanti orang baik yang akan memberi mereka sekeping uang. Kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu bahkan ada seorang nenek yang sudah sangat tua.

Sedangkan di masjid aku duduk mendengarkan khutbah. Khutbah jumat kali ini menceritakan tentang bagaimana Rasulullah saw dahulu bersikap baik terhadap ahlus suffah. Ahlus suffah adalah orang-orang miskin yang tinggal di emperan masjid.

Entah mengapa aku terhanyut dalam khayalanku. Jika sekarang ada nabi, akankah pengemis-pengemis di luar sana akan bernasib sama? Jika sekarang tidak ada nabi, dan dikatakan ada pewarisnya, lalu pengemis itu bagaimana nasibnya?

Para jamaah sholat jumat berdecap kagum dengan apa yang disampaikan khatib, pada Rasulullah saw yang digambarkan oleh khotib, bukan pada khatibnya. Mungkin mereka mengagumi khatibnya karena beliau alim.

Aku tak tahu mengapa alur ceritanya selalu begini. Khatib naik ke mimbar, menyampaikan hal-hal yang mengagumkan, para jamaah berdecap kagum. Selepas itu khatib turun mimbar, para jamaah membubarkan diri dan kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Dan pemandangannya masih begitu saja.

Sudah Selesai?

Ada yang mendekatiku untuk mengetahui seberapa kemampuanku lalu menjatuhkanku.

Ada yang ingin menjadi temanku karena merasa aku memiliki kualitas lebih.

Ada yang mengagumiku lalu bersikap segan padaku.

Ada yang membenciku karena merasa dirinya lebih baik dariku.

Ada yang menyepelekanku karena merasa aku tak lebih baik darinya.

Sedangkan aku disini tersenyum “kok capek banget yah hidupmu mengurusiku?”

Aku loh disini sudah merasa rendah sebelum direndahkan.

Aku loh disini merasa tak punyai sesuatu untuk dibanggakan.

Aku loh disini merasa sama denganmu.

Aku loh disini akan merasa senang jika kamu senang.

Aku loh disini tak mengapa kau lebih hebat asal tak kau urusi aku.

Tenang kan hidupku?

Kau tak mau berteman denganku, aku sudah terbiasa berteman hanya dengan buku.

Kau menikmati makanan enakmu, aku sudah terbiasa seada-adanya.

Kau mau memamerkan kekayaanmu, kau salah alamat.

Sudah selesai?

Mana Sebenarnya Harta Kita?

Hartamu yang kamu bawa di sakumu itu bukan punyamu. Itu punya penjaga toko, kasir, pom bensin dan ahli warismu.

Adapun hartamu itu yang kamu sedekahkan untuk fakir, orang yang membutuhkan atau untuk waqaf. Hartamu adalah yang kamu sedekahkan secara sembunyi-sembunyi karena Allah SWT.

Bersedekahlah selagi ruh masih ada dalam jasad!

Dr. Ahmad Isa Al Ma’shorowy