Maka Nikmat Tuhanmu Mana Yang Kamu Dustakan(?)

Mesir dan penduduknya mengajariku bahwa hidup di dunia harus selalu sibuk bersyukur dengan kondisi kita saat ini.

Masih banyak warga Mesir yang di musim dingin yang dinginnya sangat menusuk tulang ini, mereka masih bisa tidur dengan nyenyak dengan selembar selimut tipis nan kotornya di pinggiran jalan.

Sedangkan banyak dari kita dengan kasur yang tebal dan selimut yang bersih, masih saja susah dibuat nyenyak oleh hati kita yang terlanjur keruh lagi susah untuk bersyukur, bertawakal dan berbahagia dengan apa yang Allah swt titipkan pada kita berupa harta.

Karena sejatinya harta adalah titipan, ibarat tukang parkir, mobil dan motor yang mampir di medannya adalah bukan miliknya yang suatu saat akan kembali ke pemilik aslinya.

Bagaimana kita bersyukur ketika kita mendapat sebuah nikmat dan niqmat disitulah definisi siapa kita sebenarnya.

Jika iman kita lemah, kita akan berfikir bahwa mereka warga Mesir yang berjualan tissue, jajanan, sembako dan lain-lainnya itu yang membutuhkan kita. Jika kita sudah mencapai pemikiran semacam itu maka hati -hati kita sudah terjangkit virus takabbur.

Padahal sebenarnya mana tahu mereka hanya sebatas sudah berusaha, masalah laku atau tidak itu urusan Allah swt melalui tawakalnya.

Bagaimana kita takut fakir, sedangkan kita adalah hamba Yang Maha Kaya(?)

Jika iman kita lemah kita akan berbangga diri dengan apa yang kita miliki. Sedangkan wajah rupawan, harta milyaran dan kecerdasan menawan itu hanya bersifat sementara.

Tidak ada yang tidak mungkin terjadi untuk Allah di muka bumi ini. Banyak sekali orang merasa suatu hal berkemungkinan tipis untuk terjadi padanya bahkan tidak terfikirkan sama sekali, sehingga mereka akan kaget jika tiba-tiba hal yang di luar praduga mereka benar-benar terjadi padanya.

Barangsiapa mengetahui jauhnya perjalanan, maka ia akan bersiap-siap dengan banyak bekal.

Berhati bersih dan berfikiran positif itu memang sangat susah. Tapi mari kita bersama-sama saling memahami, saling mengasihi, hilangkan ego, tidak bersandar pada makhluk, hanya pada Allah swt, tidak merasa diri lebih baik dari orang lain, lalukan apa yang menurutmu baik lalu jangan menghakimi.

Roda dalam kehidupan itu terus berputar, kecuali jika bannya kempes atau bocor haha.

Tidak usah khawatir, selalu ada jalan. Dalam Al Qur’an disebutkan bersama satu kesulitan ada dua kemudahan.

Selalu menggunakan kaidah jawa “tepo sliro”, selagi tidak melanggar syariat. Bagaimana kita memposisikan diri sebagai diri sendiri dan sebagai lawan interaksi itu yang menjadikan kehidupan ini berjalan dengan harmonis.

Jangan selalu menggunakan dalil-dalil yang menguntungkan kita. Untung bukan tujuan tapi benar itu yang dicari. Kadang sesuatu yang baik akan menjadi buruk jika kita lakukan dengan salah.

Maka selalu lah ingat akan kehidupan setelah kehidupan ini, maka kita akan selalu berhati-hati dan memperhatikan apa yang akan keluar dari bibir kita dan apa yang berhak masuk ke telinga kita.

Juga bukan berarti kita hanya berserah diri saja tanpa melakukan suatu usaha apapun. Bukan karena mental kita siap untuk menderita maka kekuatan yang Allah berikan pada kita agar mendapat nikmat yang lebih itu kita sia-siakan. Itu namanya tidak bisa mensyukurinya.

Orang zuhud di dunia sendiri sekalipun ialah orang yang sangat berlimpah harta. Hati memang sensitif, sukar sekali ditebak. Pertama niatnya baik, ketika sudah terbiasa maka setan akan membelokkan niat baik itu. Waspadalah!

Saya menasehati diri saya sendiri. Cukup sekian.

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *